Kritik Objektif Pada Cerpen Laki-Laki Sejati Karya Putu Wijaya


          Putu Wijaya seorang sastrawan yang lahir di Bali ini telah banyak menghasilkan karya sastra nya khusunya di Indonesia. Putu wijaya terkenal dengan novel dan juga cerpen nya. Sastrawan hebat yang lahir di Bali ini mempunyai ciri khas disetiap hasil karya-karya nya. Salah satu karya nya Putu Wijaya yaitu cerpen Laki-Laki Sejati. Cerpen ini ditulis pada akhir tahun 2004 yang mengangkat tema tentang masalah tentang gejolak cinta yang membara. Walaupun ide atau tema yang diangkat oleh Putu Wijaya ini sudah banyak dipakai oleh pengarang-pengarang lainnya, tetapi tetap itulah cerita pendek Putu Wijaya dengan gaya penulisannya yang menarik. Ide yang di angkat Putu Wijaya pada cerpen Laki-Laki Sejati ini terlihat pada perbincangan antar tokoh yang ada di cerpen ini yaitu antara seorang ibu dan anak gadis nya yang sudah mulai beranjak dewasa yang mendambakan seorang laki-laki sejati itu. Anak gadis nya itu bertanya-tanya dan sangat ingin mengetahui bagaimana sosok dari laki-laki sejati itu. Dapat dilihat dari dialog mereka,
Seorang perempuan muda bertanya kepada ibunya.Ibu, lelaki sejati itu seperti apa?….Kenapa kamu menanyakan itu, anakku?Sebab aku ingin tahuDan sesudah tahuAku tak tahu.            Membahas satu persoalan yaitu tentang cinta. Diawali dengan rasa penasaran sang anak kepada ibunya yang membuat penulis yaitu Putu Wijaya seperti menjelma menjadi wanita. Dalam cerpen ini Putu Wijaya hanya menggambarkan dua tokoh wanita yang sebagai pemeran utama dalam cerita ini. Tokoh Ibu yang bijaksana, baik hati, penyayang dan mampu mengayomi anaknya yang sudah beranjak dewasa yang penasaran tentang masalah cinta. Tokoh Ibu dan Sang anak tidak diberi sebuah nama pada cerita ini, yang akan membuat pembaca penasaran bagaimana sih karakter dari si tokoh dalam cerita ini. Sang anak yang sudah mulai beranjak dewasa ini memiliki sifat yang sudah mulai penasaran terhadap sesuatu hal yang masih tabu baginya. Sang anak adalah seorang anak yang rajin. Ia rajin membaca buku dan hari-hari nya dipenuhi dengan membaca buku. Terlihat pada kutipan “Kamu terlalu muda, terlalu banyak membaca buku dan duduk di belakang meja. Tutup buku itu sekarang dan berdiri dari kursi yang sudah memenjarakan kamu itu. Keluar, hirup udara segar, pandang lagit biru dan daun-daun hijau. Ada bunga bakung putih sedang mekar beramai-ramai di pagar, dunia tidak seburuk seperti yang kamu bayangkan di dalam kamarmu. Hidup tidak sekotor yang diceritakan oleh buku-buku dalam perpustakaanmu meskipun memang tidak seindah mimpi-mimpimu.” Karena ia terlalu sibuk dengan dunia membaca nya sendiri dan tidak ingin mencoba untuk melihat dunia, ditambahlagi sang anak telah berhasil mengkhayal dan mengimajinasikan apa yang telah ia baca, ia semakin penasaran terhadap sesuatu hal. Namun, setelah mengetahui apa yang ia ingin ketahui sang anak pun seperti enggan menerima kenyataan yang bias dilihat pada kutipan “Perempuan muda itu tecengang. Hampir saja ia mau memprotes. Tapi ibunya keburu memotong.”
            Latar yang disajikan Putu Wijaya pada cerpen Laki-Laki Sejati ini sebagai latar tempat dan latar waktu nya yaitu di sebuah rumah, di jalanan dan terjadi pada siang hari. Terlihat dari percakapan antar tokoh nya yang menggambarkan peristiwa yang ada pada cerpen ini. Walau latar tempat dan waktu tidak begitu dipaparkan dalam cerpen ini, tetapi masih bisa terlihat dan tergambar oleh pembaca latar tempat pada cerpen Laki-Laki Sejati ini. Suasana emosional pembaca bisa dihasilkan ketika sedang membaca cerpen ini. Misalnya saja pada kutipan,“… Laki-laki yang sejati, anakku katanya kemudian, adalah tetapi ia tak melanjutkan”
“Seorang laki-laki sejati adalah seorang yang melihat yang pantas dilihat, mendengar yang pantas didengar, merasa yang pantas dirasa, berpikir yang pantas dipikir, membaca yang pantas dibaca, dan berbuat yang pantas dibuat, karena itu dia berpikir yang pantas dipikir, berkelakuan yang pantas dilakukan dan hidup yang sepantasnya dijadikan kehidupan.Perempuan muda itu tercengang.”“Katakan cepat Ibu, di mana aku bisa menjumpai laki-laki itu?Bunda menarik nafas panjang.Gadis itu terkejut.”“Perempuan muda itu menutup mulutnya yang terpekik karena kecewa.”Perasaan yang sedih, memilukan, penuh teka-teki dan tidak pasti yang timbul akibat dari cerpen Laki-Laki Sejati ini.
            Sastrawan hebat dengan berbagai macam karya sastra yang dihasilkannya ini membuat cerpen Laki-Laki Sejati ini beralur maju. Cerpen yang di tulis oleh Putu Wijaya ini jalan ceritanya berjalan dari urutan waktu A, B, C, D dan akhirnya berakhir pada Z. Putu Wijaya mempunyai gaya penulisan yang khas pada setiap karya sastra nya. Gaya bahasa yang digunakan pada cerpen Laki-Laki Sejati ini sama hal nya dengan gaya bahasa yang bisa digunakan pengarang-pengarang pada karya sastra lainnya. Kaya akan metafor-metafor, hiperbola juga. Sehingga karya ini bukan karya yang hanya menonjol dalam ide dan penokohannya saja, akan tetapi gaya bahasa yang digunakan juga. Terlihat pada kutipan cerpen,“Sepasang matanya yang dulu sering belekan itu, sekarang bagai sorot lampu mobil pada malam gelap. Sinarnya begitu tajam. Sekelilingnya jadi ikut memantulkan cahaya. Namun jalan yang ada di depan hidungnya sendiri, yang sedang ia tempuh, nampak masih berkabut.”Penganalogian yang digunakan oleh pengarang dalam menggambarkan mata sang gadis begitu lain. Mata yang sediakalanya belekan disini digunakan karena dianggap matanya belum begitu jelas dalam melihat sesuatu tetapi kini bagai sorot lampu mobil pada waktu gelap. Bukan hanya melihat dengan jelas tetapi sudah mencari hal-hal yang kurang jelas untuk diperjelas. Sungguh tepat penggunaan kata ini ketika berbicara masalah keingintahuan seseorang dan rasa tersebut begitu kuat sehingga metafornya dibuat sedemikian rupa.            Penyair Putu Wijaya menggambarkan peristiwa yang terjadi pada tokohnya di cerpen ini seakan-akan Putu Wijaya langsung yang merasakannya. Putu Wijaya seperti menjelma menjadi seorang wanita. Sudut pandang yang yang digambarkan pada cerita ini adalah sudut pandang orang ketiga serbatahu. Penulis cerpen yang seperti mengalami atau melihat peristiwa yang terjadi.            Setelah pembaca menikmati karya sastra yang berupa cerita pendek yang berjudul Laki-Laki Sejati ini kita menjadi tahu bagaimana seorang laki-laki sejati yang seharusnya dan yang diidam-idamkan oleh kaum wanita. Di dalam cerpen ini dikatakan bahwa lelaki sejati itu sudah tidak ada. Namun, Putu Wijaya sedikit egois terhadap pernyataan nya di dalam cerpen itu. Masih ada laki-laki sejati di dunia ini, hanya saja kita belum menjumpai. Tetaplah bertawaqal agar Allah memperlihatkan atau pun memberi kita seorang laki-laki yang kita harapkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tugas Kuliah - Kritik Sastra Dengan Pendekatan Mimetik

Tugas Kuliah - Contoh Esai